MANFAAT DAN KEGUNAAN CC DAN BCC PADA EMAIL
A. kolom Cc
Ini merupakan kependekan dari “Carbon Copy“. Ini mirip dengan istilah pertama diatas. Bedanya terlihat kepada kesan kepada siapa email utama ditujukan, dan kepada siapa salinan email juga akan dibaca. Penggunaan seperti ini biasanya digunakan ketika kita ingin memberitahukan pihak lain ketika kita mengirimkan email kepada penerima utama. Jika anda sering menulis nota anda pasti tahu fungsi cc. Fungsinya sama seperti kopi karbon pada nota. Fungsinya adalah membuat kopi dari email yang dibuat. cc dapat diisi dengan alamat email pihak ketiga sebagai bukti bahwa kamu telah mengirimkan email tersebut, misalnya alamat email kantor. Semua alamat email baik yang ada pada ‘cc’ maupun ‘to’ dapat saling melihat alamat email masing-masing, dikirimkan kemana saja email tersebut, termasuk copynya.
B. Kolom Bcc
Kependekan dari “blind carbon copy“. Sedikit berbeda dengan Cc: seperti dijelaskan diatas. Disini, semua penerima yang dituliskan dibagian Bcc: tidak tahu kepada siapa saja email tersebut dikirimkan. Seolah-olah, email tersebut dikirimkan satu per satu ke setiap penerima. Padahal, kita hanya mengirimkan satu kali, langsung kebeberapa penerima. Satu-satunya alamat email lain yang terlihat adalah alamat email pada kolom To:. Untuk menghindari supaya tidak ada alamat email lain yang terlihat (selain alamat email Anda sendiri), Anda bisa memasukkan alamat email Anda sendiri pada kolom To:, kemudian masukkan alamat email penerima lain dalam kolom Bcc
Tujuan bcc adalah menutupi semua alamat email yang ada sehingga penerima email tidak dapat mengetahui email tersebut ditujukan kemana aja. Email tersebut seakan-akan ditujukan hanya kepada penerima email. Hal ini difungsikan untuk menghindari email spam, biasanya dipakai pada mailing list yang mengirimkan email pada banyak orang sekaligus. Penggunaannya yaitu dengan mengisikan alamat email anda sendiri pada kolom ‘to’, kemudian semua alamat email penerima pada ‘bcc’.
Kamis, 14 April 2011
Bcc dan Cc Pada Email
Berkirim pesan/surat melalui email sering dijumpai pada hari-hari ini. Tidak peduli apakah Anda seorang karyawan biasa ataupun bos dari suatu perusahaan, menguasai email sangatlah disarankan. Kegunaan daripada email antara lain:
• Mengirimkan email kepada satu orang penerima
• Mengirimkan email untuk beberapa penerima sekaligus
• Mengirimkan email kepada seseorang/beberapa orang penerima sekaligus dan juga mengirimkannya sebagai terusan/tembusan untuk penerima lain
Ketika kita menulis email baru, kita akan dihadapkan pada kolom To, Bcc, Cc, serta kotak tempat kita menuliskan pesan yang akan dikirimkan. Nah yang sering kali diabaikan adalah kolom Bcc dan kolom Cc, apa maksud dari Bcc dan Cc?
Mari kita telaah ketiga kolom tersebut:
kolom To: Disini kita mengetikkan alamat tujuan pengiriman email. Kita dapat mengirimkan sebuah alamat email saja, atau sekaligus beberapa alamat. Setiap alamat email bisa dipisahkan dengan tanda koma “,”.
Misalnya: penerimasatu@domain.com, penerimadua@domain.com dst. Dalam konteks tersebut, penerima satu dan dua akan tahu kepada siapa saja email tersebut dikirimkan.
kolom Cc: Ini merupakan kependekan dari “Carbon Copy“. Ini mirip dengan istilah pertama diatas. Bedanya terlihat kepada kesan kepada siapa email utama ditujukan, dan kepada siapa salinan email juga akan dibaca. Penerima yang dituliskan dalam kolom To: akan dapat melihat alamat email penerima lainnya, dan begitu juga sebaliknya. Penggunaan seperti ini biasanya digunakan ketika kita ingin memberitahukan pihak lain ketika kita mengirimkan email kepada penerima utama. Jika anda sering menulis nota anda pasti tahu fungsi cc. Fungsinya sama seperti kopi karbon pada nota. Fungsinya adalah membuat kopi dari email yang dibuat. cc dapat diisi dengan alamat email pihak ketiga sebagai bukti bahwa kamu telah mengirimkan email tersebut, misalnya alamat email kantor. Semua alamat email baik yang ada pada ‘cc’ maupun ‘to’ dapat saling melihat alamat email masing-masing, dikirimkan kemana saja email tersebut, termasuk copynya.
kolom Bcc: Kependekan dari “blind carbon copy“. Sedikit berbeda dengan Cc: seperti dijelaskan diatas. Disini, semua penerima yang dituliskan dibagian Bcc: tidak tahu kepada siapa saja email tersebut dikirimkan. Seolah-olah, email tersebut dikirimkan satu per satu ke setiap penerima. Padahal, kita hanya mengirimkan satu kali, langsung kebeberapa penerima. Satu-satunya alamat email lain yang terlihat adalah alamat email pada kolom To:. Untuk menghindari supaya tidak ada alamat email lain yang terlihat (selain alamat email Anda sendiri), Anda bisa memasukkan alamat email Anda sendiri pada kolom To:, kemudian masukkan alamat email penerima lain dalam kolom Bcc
Tujuan bcc adalah menutupi semua alamat email yang ada sehingga penerima email tidak dapat mengetahui email tersebut ditujukan kemana aja. Email tersebut seakan-akan ditujukan hanya kepada penerima email. Hal ini difungsikan untuk menghindari email spam, biasanya dipakai pada mailing list yang mengirimkan email pada banyak orang sekaligus. Penggunaannya yaitu dengan mengisikan alamat email anda sendiri pada kolom ‘to’, kemudian semua alamat email penerima pada ‘bcc’.
catatan: Jika anda mengisi alamat email pada kolom cc, hal ini tetap dapat terlihat oleh penerima email bcc. Jika kita sudah mengetahui arti daripada kolom To, Cc dan Bcc, maka kemungkinan besar sekarang kita bisa memaksimalkan dari penggunaan email. Selamat bekerja.
(Yahoo), Jika alamat email tujuannya banyak anda bisa menggunakan fasilitas "insert addresses" maka akan lebih mudah dan tidak perlu ditulis satu-persatu. Setelah di klik link "insert address"nya yang terletak diatas kolom To maka buku alamat Yahoo pun muncul dan anda tinggal mencentang kontak yang mana saja yang ingin anda kirim.
(Gmail), Jika alamat email tujuannya banyak anda bisa menggunakan fasilitas "Contacts" maka akan lebih mudah dan tidak perlu ditulis satu-persatu. Setelah di klik link "Contacts"nya yang terletak di kiri halaman Gmail, maka buku alamat Gmail pun muncul dan anda tinggal mencentang kontak yang mana saja yang ingin anda kirim.
Sumber : mytipsblogs.com
Berkirim pesan/surat melalui email sering dijumpai pada hari-hari ini. Tidak peduli apakah Anda seorang karyawan biasa ataupun bos dari suatu perusahaan, menguasai email sangatlah disarankan. Kegunaan daripada email antara lain:
• Mengirimkan email kepada satu orang penerima
• Mengirimkan email untuk beberapa penerima sekaligus
• Mengirimkan email kepada seseorang/beberapa orang penerima sekaligus dan juga mengirimkannya sebagai terusan/tembusan untuk penerima lain
Ketika kita menulis email baru, kita akan dihadapkan pada kolom To, Bcc, Cc, serta kotak tempat kita menuliskan pesan yang akan dikirimkan. Nah yang sering kali diabaikan adalah kolom Bcc dan kolom Cc, apa maksud dari Bcc dan Cc?
Mari kita telaah ketiga kolom tersebut:
kolom To: Disini kita mengetikkan alamat tujuan pengiriman email. Kita dapat mengirimkan sebuah alamat email saja, atau sekaligus beberapa alamat. Setiap alamat email bisa dipisahkan dengan tanda koma “,”.
Misalnya: penerimasatu@domain.com, penerimadua@domain.com dst. Dalam konteks tersebut, penerima satu dan dua akan tahu kepada siapa saja email tersebut dikirimkan.
kolom Cc: Ini merupakan kependekan dari “Carbon Copy“. Ini mirip dengan istilah pertama diatas. Bedanya terlihat kepada kesan kepada siapa email utama ditujukan, dan kepada siapa salinan email juga akan dibaca. Penerima yang dituliskan dalam kolom To: akan dapat melihat alamat email penerima lainnya, dan begitu juga sebaliknya. Penggunaan seperti ini biasanya digunakan ketika kita ingin memberitahukan pihak lain ketika kita mengirimkan email kepada penerima utama. Jika anda sering menulis nota anda pasti tahu fungsi cc. Fungsinya sama seperti kopi karbon pada nota. Fungsinya adalah membuat kopi dari email yang dibuat. cc dapat diisi dengan alamat email pihak ketiga sebagai bukti bahwa kamu telah mengirimkan email tersebut, misalnya alamat email kantor. Semua alamat email baik yang ada pada ‘cc’ maupun ‘to’ dapat saling melihat alamat email masing-masing, dikirimkan kemana saja email tersebut, termasuk copynya.
kolom Bcc: Kependekan dari “blind carbon copy“. Sedikit berbeda dengan Cc: seperti dijelaskan diatas. Disini, semua penerima yang dituliskan dibagian Bcc: tidak tahu kepada siapa saja email tersebut dikirimkan. Seolah-olah, email tersebut dikirimkan satu per satu ke setiap penerima. Padahal, kita hanya mengirimkan satu kali, langsung kebeberapa penerima. Satu-satunya alamat email lain yang terlihat adalah alamat email pada kolom To:. Untuk menghindari supaya tidak ada alamat email lain yang terlihat (selain alamat email Anda sendiri), Anda bisa memasukkan alamat email Anda sendiri pada kolom To:, kemudian masukkan alamat email penerima lain dalam kolom Bcc
Tujuan bcc adalah menutupi semua alamat email yang ada sehingga penerima email tidak dapat mengetahui email tersebut ditujukan kemana aja. Email tersebut seakan-akan ditujukan hanya kepada penerima email. Hal ini difungsikan untuk menghindari email spam, biasanya dipakai pada mailing list yang mengirimkan email pada banyak orang sekaligus. Penggunaannya yaitu dengan mengisikan alamat email anda sendiri pada kolom ‘to’, kemudian semua alamat email penerima pada ‘bcc’.
catatan: Jika anda mengisi alamat email pada kolom cc, hal ini tetap dapat terlihat oleh penerima email bcc. Jika kita sudah mengetahui arti daripada kolom To, Cc dan Bcc, maka kemungkinan besar sekarang kita bisa memaksimalkan dari penggunaan email. Selamat bekerja.
(Yahoo), Jika alamat email tujuannya banyak anda bisa menggunakan fasilitas "insert addresses" maka akan lebih mudah dan tidak perlu ditulis satu-persatu. Setelah di klik link "insert address"nya yang terletak diatas kolom To maka buku alamat Yahoo pun muncul dan anda tinggal mencentang kontak yang mana saja yang ingin anda kirim.
(Gmail), Jika alamat email tujuannya banyak anda bisa menggunakan fasilitas "Contacts" maka akan lebih mudah dan tidak perlu ditulis satu-persatu. Setelah di klik link "Contacts"nya yang terletak di kiri halaman Gmail, maka buku alamat Gmail pun muncul dan anda tinggal mencentang kontak yang mana saja yang ingin anda kirim.
Sumber : mytipsblogs.com
Laporan Mikologi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata mikologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata mykes yang berarti jamur dan logos yang berarti ilmu, jadi mikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai kehidupan jamur. Banyak sekali sinonim dari jamur di antaranya cendawan, fungi, kapang dan lapuk.
Umumnya jamur berukuran mikroskopis, oleh karena itu studi tentang jamur ini baru dimulai setelah penemuan mikroskop oleh Van Leeuwnhoek pada abab ke 17. Kemudian pada tahun 1729, Pier Antonio Micheli seorang botani berkebangsaan Italia mempuplikasikan sebuah buku yang berjudul Nova Plantarum Genera yang di antaranya berisikan penelitian tentang jamur, sehingga beliau mendapat kehormatan sebagai bapak pendiri ilmu pengetahuan tentang jamur yang dikenal dengan mikologi.
Sulit memberikan definisi yang tepat tentang jamur , karena organisme yang dianggap jamur sangat bervariasi dalam bentuk, sifat dan siklus hidupnya. Namun sekarang para ahli botani mencoba mendefinisikan jamur tersebut berdasarkan ciri-ciri umum yang dimilikinya. Jamur adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sejati) tidak mempunyai klorofil, mempunyai spora, struktur somatik atau talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya berupa filamen atau benang-benang bercabang (multisesuler), berkembang biak secara seksual dan aseksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau keduanya.
Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga ia tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi makan sendiri atau dengan kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Oleh karena itu jamur memerlukan senyawa organik baik dari bahan organik mati maupun dari organisme hidup sehingga jamur dikatakan heterotrof. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan atau tumbuhan, dan dapat pula yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup.Jamur hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dinamakan parasit.
Pada umumya jamur yang hidup sebagai saprofit menguntungkan bagi kehidupan manusia minsalnya sebagai dekomposer yang dapat menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang berupa senyawa yang kompleks menjadi senyawa sederhana, dan kemudian dikembalikan ke dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Jamur saprofit juga penting dalam industri fermentasi minsalnya dalam pembuatan bir, roti, tempe, dan juga digunakan dalam memproduksi asam-asam organik, obat-obatan, vitamin, dan anti biotika seperti penisilin, ampisilin, griseovulfin. Selain itu jamur saprofit juga banyak yang dikonsumsi olah manusia minsalnya jamur merang, jamur tiram, jamur kuping.
Sedangkan jamur yang hidup sebagai parasit umumnya merugikan karena dapat menyebabkan berbagai penyakit pada tumbuhan, hewan dan manusia.Tapi tidak semua jamur yang berasosiasi dengan tumbuhan merugikan, tetapi ada yang menguntungkan bagi jamur dan tumbuhan. Hifa jamur membentuk organ khusus dengan akar tanaman yang dikenal dengan mikoriza. Belakangan ini jamur tidak hanya menjadi pemikiran bagi ahli jamur tetapi juga bagi ahli sitologi, ahli genetika dan biokimia yang menemukan bahwa jamur dapat menjadi alat penelitian penting dalam mempelajari biologi dasar. Hal ini disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang dibandingkan dengan tumbuhan dan hewan.
1.2 Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum Linn.) merupakan salah satu tanaman sayuran buah dari family Solanaceae. Buah cabai merupakan konsumsi sebagian masyarakat yang digunakan sebagai bahan penyedap berbagai masakan (Setiadi, 1989) dan pehangat badan (Sunaryono, 1989). Di samping itu buah cabai banyak juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan jadi, penghasil minyak atsiri serta bahan ramuan obat tradisional (Cahyono, 1996) dan buah cabai juga mengandung vitamin A, vitamin C, protein dan gula fruktosa (Balai Informasi Pertanian Bengkulu, 1989). Hal ini menjadikan cabai bernilai ekonomis tinggi sehingga petani tertarik untuk mengembangkan budidayanya(Prajnata, 1999).
Daya tarik penegmbangan budidaya cabai bagi petani terletak pada nilai ekonominya yang tinggi. Dari waktu ke waktu permintaan produksi cabai cenderung meningkat terus, bahkan dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor non migas. Terbukti dalam tahun ke tahun terakhir ini, cabai termasuk enam besar komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia, yakni bersama-sama dengan bawah merah, tomat, kentang, kubis, dan blumkol (Rukmana, 1994).
Penanaman cabai di Sumatera Barat khususnya di Indonesia umumnya belum memberikan hasil yang optimum, dimana menurut laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I Sumatera Barat (1994) selama ini produksi cabai rata-rata tiap tahun di Sumatera Barat sekitar 3 – 4 ton/ha, dan produksi rata-rata cabai nasional paling tinggi hanya mencapai 1,9 ton/ha. Sedangkan penanaman cabai yang dilakukan dengan pemeliharaan yang intensif hasilnya mampu mencapai 10 ton/ha.
Meskipun demikian, produksinya masih tergolong rendah. Rata-rata produksi cabai Sumatera Barat tiap tahun hanya 5,18 ton/ha (Badan Pusat Statistika Sumatera Barat, 1999). Rata-rata produksi cabai di Sumatera Barat pada tahun 2000 baru mencapai 4,68 ton/ha (Badan Pusat Statistika, 2000). Dari data di atas dapat dikatakan produksi cabai merah di Sumatera Barat jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Prajnanta (1998) yang menyatakan bahwa tanaman cabai yang dipelihara secara intensif produksinya bisa mencapai 10 – 18 ton/ha.
Berbagai faktor yang menyebabkan turunnya produksi cabai, di antaranya karena gangguan hama dan penyakit. Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai, baik kualitas maupun kuantitas adalah penyakit antraknosa (Sugiharso dan Suseno, 1985), yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloesporioides (Semangun, 1989, Meon, 1993). Menurut Sunaryono, (1989) di Negaria penyakit ini pernah menghancurkan seluruh tanaman cabai dan pada daerah sentral produksi cabai Sumatera Barat intensitas serangan penyakit antraknos ini berkisar antara 2,28 – 24,28 % dengan rata-rata intensitas serangan 8,63 %. Serangan tertinggi di Kabupaten Pasaman yaitu 24,28 % dan yang terendah di Kabupaten Tanah Datar yaitu 2,28 %. Laporan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (1997) menyatakan bahwa penyakit antraknos dapat menurunkan produksi cabai mencapai 20 – 30 % pada musim kering dan 60 % pada musim hujan.
Penyakit antraknos ini dapat menyerang cabai mulai dari benih, bibit dipersemaian, buah pada pertanaman di lapangan sampai pada buah pascapanen (Prajnanta, 1999). Serangan penyakit antraknos terutama muncul setelah buah cabai di panen dengan sumber penyakit dapat terbawa dari lapangan atau saat prapanen (Semangun, 1996). Cabai segar yang disimpan 1 – 2 hari dapat memperlihatkan gejala serangan penyakit antraknos (Prajnanta, 1999). Selain itu Colletotrichum capsici dapat terbawa, tumbuh dan bertahan di dalam biji selama 9 bulan (Prajnanta, 1999).
1.3 Tujuan Pratikum
Pratikum ini bertujuan untuk mempelajari dan membiakan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan, dengan mengidentifikasi, sehingga dapat diketahui cara pengendalian penyakit yang efektif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestalotiopsis (Pestalotia)
Pestalotiopsis adalah jamur yang menyebabkan penyakit baik dari tangkai daun dan helai daun palem, sering pada waktu yang sama. Palm penyakit daun disebabkan oleh Pestalotia adalah sama dengan yang disebabkan oleh Pestalotiopsis. bercak daun akan mulai sangat kecil, bintik-bintik kuning, cokelat atau hitam yang memperbesar ukuran spot biasanya berubah abu-abu dengan garis hitam. Lesi pada tangkai dan malai serupa. Gejala dapat terjadi pada daun sekaligus, terutama pada telapak tangan remaja. Fungisida mungkin berguna sebagai bagian dari program pengelolaan terpadu, tetapi mereka tidak boleh menjadi satu-satunya komponen dari sebuah program.
Pestalotiopsis jamur menyebabkan bintik-bintik daun, tangkai daun / blights malai dan kadang-kadang busuk pucuk pohon kelapa sawit. Dengan kata lain, tidak seperti bercak daun lain dan patogen hawar tangkai daun, yang menyerang baik helai daun atau pun tangkai daun, Pestalotiopsis menyerang semua bagian daun dari dasar ke ujung. Ini juga merupakan salah satu jamur lebih mana-mana di kanopi sawit, dan mudah diisolasi dari jaringan kelapa sawit yang sehat.
Patogen dan Tanaman Inang
palma Pestalotiopsis adalah utama, tetapi bukan satu-satunya, Pestalotiopsis jenis yang berhubungan dengan telapak tangan. Referensi dalam literatur untuk Pestalotia mungkin penyakit yang sama, karena sulit untuk membedakan antara dua genera jamur. Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, Pestalotiopsis dapat dengan mudah diisolasi dari jaringan kelapa sawit yang sehat. Jamur tidak tuan rumah yang spesifik, dan telah diisolasi dari berbagai pohon palem.
Telah menunjukkan bahwa jamur biasanya membutuhkan luka untuk penetrasi tanaman (infeksi) yang diperlukan untuk perkembangan penyakit. Hal ini tidak jarang untuk mengisolasi Pestalotiopsis dan patogen lain dari jaringan yang sakit yang sama. Dalam kebanyakan kasus, kemungkinan patogen lain adalah patogen utama (jamur yang menyerang jaringan tanaman yang sehat pertama), dan Pestalotiopsis menyerbu melalui luka diciptakan oleh patogen primer. Dalam guineensis Elaeis (kelapa sawit Afrika), itu terdokumentasi dengan baik bahwa kerusakan serangga diperlukan untuk perkembangan penyakit.
Gejala : pembangunan Penyakit oleh Pestalotiopsis dapat dibatasi hanya pada helai daun (leaflet atau segmen daun) atau hanya tangkai malai dan, atau, dapat mengembangkan pada kedua jaringan pada saat yang sama.
Spots akan mulai sebagai bintik kuning sangat kecil, cokelat atau hitam. Jika penyakit ini dibatasi, bercak tidak mungkin lebih dari 1 / 4 inci dalam ukuran. Dalam kondisi lingkungan yang optimal, bercak dapat berkembang dan meningkatkan dalam jumlah sampai mereka bergabung (bersatu) untuk membentuk suatu hawar hawar daun atau malai (area yang lebih luas dari jaringan yang terkena) (Gambar 2). Seringkali, bercak berubah warna keabu-abuan yang diuraikan dalam hitam. Jenis yang sama lesi terjadi pada tangkai atau malai telapak tangan. Kita bahkan bisa melihat lesi terjadi pada daun duri.
Jika patogen dibatasi hanya menyebabkan bercak daun, penyakit ini tidak mungkin sangat merusak kelapa, terutama kelapa jatuh tempo pada lanskap. Namun, dengan telapak tangan remaja yang tidak memiliki batang dan hanya beberapa daun, kelapa bisa sangat dipengaruhi oleh bercak daun.
Jika patogen adalah menyebabkan kanker malai atau tangkai daun, penyakit ini masalah yang lebih serius karena dua alasan. Pertama, sebagai patogen menghancurkan jaringan dalam malai atau tangkai, itu akan mempengaruhi jaringan vaskular yang pada gilirannya mempengaruhi jaringan di selebaran atau segmen daun. Kedua, jika patogen telah terinfeksi daun tombak atau daun muda yang lain, mungkin menyebar ke bawah malai atau tangkai ke meristem apikal (tunas) wilayah dan mempengaruhi titik tumbuh telapak tangan.
Sementara semua telapak tangan mungkin rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur ini, kurma pgymy (Phoenix roebelenii) tampaknya akan terpengaruh cukup sering di Florida, terutama selama musim dingin. Dengan telapak tangan, sebuah busuk pucuk telah diamati yang dapat membunuh sawit (Gambar 3). Ini telah diamati pada telapak tangan remaja dan dewasa.
Diagnosa
Diagnosis pasti penyakit Pestalotiopsis didasarkan pada identifikasi patogen jamur. patogen ini diidentifikasi dengan memeriksa spora jamur. Ini mungkin diperiksa langsung pada jaringan tanaman jika spora sedang diproduksi, atau dengan menempatkan jaringan yang sakit dalam ruang lembab untuk merangsang sporulasi. Isolasi patogen dapat dibuat pada media buatan, dan pertumbuhan ini kemudian dibujuk untuk sporulate.\
Hal ini tidak jarang mengamati atau mengisolasi lebih dari satu potensi patogen dari jaringan yang sakit yang sama. Dalam beberapa kasus, jelas yang merupakan jamur patogen pertama yang menyerang jaringan sehat, sedangkan jamur kedua pindah ke jaringan nekrotik dihasilkan (mati) sebagai sebuah saproba.
2.2 Antraknos pada Tanaman Cabai
Penyakit antraknos disebut juga sebagai penyakit busuk buah (Rukmana, 1994). Penyakit ini menyerang tanaman cabai dan merupakan penyakit utama yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah cabai. Daerah penyebarannya pun sangat luas meliputi berbagai penghasil cabai di dunia termasuk juga Indonesia (Semangun, 2000).
Penyakit antraknos (busuk buah mengerut) merupakan salah satu penyakit cabai yang penting, karena penyakit ini langsung menyerang buah dan berakibat pada produksi cabai (Samsudin, 1982).
Penyakit antraknos disebabkan oleh jamur Colletrotichum capsici dan Colletrotichum gloesproides (Setiadi, 1986). C. capsici termasuk divisio Eumycota, sub divisi Deuteromycotina, Kelas deuteromycetes, Ordo Melanconiales, Famili Melonconiaceae, dan Genus Colletrotichum (Alexopoulus dan Mims, 1979). Genus Colletrotichum mnerupakan stadis genus Glomerella (Walker).
Kedua spesies ini dapat menyerang buah cabai secara bersamaan. Menurut Suhardi (1991) C. gloesproides umumnya menyerang buah cabai muda, sedangkan C. capsici umumnya menyerang buah cabai masak. Perbedaan lain adalah adanya setae pada C. capsici sedangkan pada C. gloesproides tidak (Walker, 1952). Selain itu konidia C. capsici berbentuk bulkan sabit dan pada C. gloesproides berbentuk batang pada ujung membulat (Semangun, 1989). Pada media buatan (PDA) pertumbuhan C. capsici berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris, berwarna abu-abu kehitaman (Holliday, 1980), sedaakan C. gloesproides juga berbentuk lingkaran konsentris tetapi berwarna putih keabu-abuan (Kulsrestha, Mathur dan Neegard, 1976).
Ayub (1991) menyatakan bahwa buah cabai mulai menunjukkan gejala antraknos di lapangan pada umur 3 sampai 4 bulan. Selanjutnya Sugiharso dan Suseno (1985) menjelaskan bahwa penyerangan pada buah terjadi pada buah yang menjelang tua dan sudah tua. Serangan di awali dengan bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit lekuk pada bagian pinggirnya berwarna kuning dan makin lama membesar dan panjang. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerah-merahan pada bagian tengahnya menjadi semakin hitam, bila sudah berlanjut akan berubah seperti warna jerami dengan bintik-bintik hitam. Kemudian buah mengerut, kering, dan busuk pada keadaan lembab akan keluar lendir yang berwarna jingga pada bercak. Pada serangan berat.
Ciri-ciri C. capsici yang lainnya adalah mempunyai aservulus berbentuk bantalan hifa dengan setaea atau duri pada bagian tepi atau di antara konidiofor. Aservulus tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan jaringan dengan diameter 100 mikrometer, berwarna hitam dengan banyak setae. Setae berwarna coklat, bersekat, meruncing ke atas dengan ukuran 75 – 100 x 2 – 6,2 mikrometer. Jamur ini dapat membentuk konidia pada jaringan sakit atau pada media biakan (Semangun, 2000). Holliday (1980) menambahkan bahwa setae C. capsici bersepta 1 – 5, kaku dan pada bagian dasarnya membesar. Konidiofor tidak bercabang, memanjang dengan konidia yang terdapat diujungnya. Warna konidia hialin, satu sel, seperti bulan sabit dengan ukuran 13 – 22 x 4,4 – 5,3 mikrometer dan dengan adanya air kinidia ini dapat berkecambah setelah 4 jam, lalu tabung kecambah segera membentuk apresorium (Walker, 1952). Miselia jamur ini sering tidak tampak, tapi bila keadaan lingkungan cocok terlihat miselia yang halus dan berwarna merah muda keputihan (Habazar dkk, 1982).
Pertumbuhan dan perkembangan C. capsici dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan antara lain temperatur, pH dan kelembaban. Temperatur minimum untuk pertumbuhan adalah 5 oC, maksimum 35 C dan optimum 28 C. derajat kemasaman yang baik untuk perkembangan dan pertumbuhan C. capsici adalah 90 % (Mehrotra, 1980). Menurut Habazar (1992) pada benih yang mengandung penyakit antraknos apabila suhu dinaikan maka perkembangan jamur dapat tertahan namun apabila telah terjadi benih di persemaian maka tadi akan berkembang kembali.
Daur hidup jamur ini dapat dimulai dari masuknya konidia jamur ke dalam buah, menuju ruang biji dan menginfeksi biji. Bibit yang tumbuh dari biji yang terinfeksi akan menunjukkan gejala busuk meranting (die back). Bila bibit dapat terus hidup maka C. capsici menyerang tanaman yang telah tua maka pemunculan gejala pertama lebih lambat sehingga kematian tanaman juga lambat (Zahara, 1991).
Penyebaran jamur ini umumnya dibantu oleh angin, percikan air hujan dan benih yang terinfeksi. Penyebaran melalui angin adalah berupa konidia yang dapat hidup secara saprofit dilapangan dan pada sisa-sisa tanaman. Percikan air hujan dapat membantu berpindahnya jamur dari sumber infeksi ke buah. Benih yang sakit akan menghasilkan tanaman yang sakit pula.
Zamris (1887) mengindentifikasi jamur C. gloeosporioides mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan C. capsici tetapi tidak mempunyai setae pada aservuli. Konidia berbentuk bulat panjang atau oval dengan ukuran 12 – 23 x 5 – 6 mikrometer. Hifa berwarna bening. Sel-sel hifa jamur dari isolat buah cabai berukuran 14,4 – 36,6 x 3,1 – 7,3 mikrometer. Selanjutnya Habazar dkk(1982) menjelaskan aservulusnya berwarna gelap, dan aservuli terbentuk dalam sel epidermis atau subepidermis, berbentuk bulat atau memenjang, berwarna orange atau merah salmon.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Moischamber
Menggunakan sampel dari tanaman cabai, bagian yang digunkan adalah buah cabai yang terserang oleh Antraknos (Colletrotricum spp) dan Moischamber yang dilakukan berhasil.
4.2 Pembahasan Moischamber
Moischamber yang dilakukan berhasil.Bagian tanaman yang di buat moistchamber adalah bagian daun dan buah tapi yang berhasil hanya pada bagian buah. Jamur yang ditemukan dalam praktikum ini adalah jamur Colletrotricum gloeosporioides.
Colletrotricum gloeosporioides dapat menyerang buah yang masih hijau dan dapat juga dapat menyebabkan mati pada bagian ujung (die back). Gejala awalnya mula-mula berbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada buah masih hijau atau yang sudah masak. Dalam cuaca yang lembab jamur membentuk badan buah (aservulus ) dalam lingkaran-lingkaran sepusat yang membentuk massa spora (konidium) berwarna berwarna merah jambu.
Ayub (1991) menyatakan bahwa buah cabai mulai menunjukkan gejala antraknos di lapangan pada umur 3 sampai 4 bulan. Selanjutnya Sugiharso dan Suseno (1985) menjelaskan bahwa penyerangan pada buah terjadi pada buah yang menjelang tua dan sudah tua. Serangan di awali dengan bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit lekuk pada bagian pinggirnya berwarna kuning dan makin lama membesar dan panjang. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerah-merahan pada bagian tengahnya menjadi semakin hitam, bila sudah berlanjut akan berubah seperti warna jerami dengan bintik-bintik hitam. Kemudian buah mengerut, kering, dan busuk pada keadaan lembab akan keluar lendir yang berwarna jingga pada bercak. Pada serangan berat.
Zamris (1887) mengindentifikasi jamur C. gloeosporioides mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan C. capsici tetapi tidak mempunyai setae pada aservuli. Konidia berbentuk bulat panjang atau oval dengan ukuran 12 – 23 x 5 – 6 mikrometer. Hifa berwarna bening. Sel-sel hifa jamur dari isolat buah cabai berukuran 14,4 – 36,6 x 3,1 – 7,3 mikrometer. Selanjutnya Habazar dkk(1982) menjelaskan aservulusnya berwarna gelap, dan aservuli terbentuk dalam sel epidermis atau subepidermis, berbentuk bulat atau memenjang, berwarna orange atau merah salmon.
Suhu yang baik untuk pertumbuhan jamur adalah antara 22 – 23 C dan suhu maksimum 30 – 34 C, pH yang baik adalah 2,5 – 7 (Habazar dkk, 1982).
Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dapat menginfeksi buah-buah. Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu jamur ini dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin.
Menurut Tar (1972) bahwa jamur penyebab antraknos sewaktu menginfeksi tanaman menghasilkan toksin colletotin dan enzim pektin. Nahrain dan Das tahun 1970 (dalam Mehrotra, 1980) menyatakan bahwa adanya thermolabil toksin yang dihasilkan oleh C. gloeosporioides yang menyebabkan toksisitas pada protoplasma sel pada tanaman inang tanpa merusak dinding sel inang.
Gambar Isolat Colletrotichum gloeosporioides
Gambar Konidia Colletrotichum gloeosporioides
4.3 Hasil Isolasi
Isolasi yang dilakukan dalam praktikum ini memberikan hasil bagus. Jamur yang di isolasikan adalah jamur Pestalotiopsis mangiferae (Henn.) dan isolat.
4.4. Pembahasan Isolasi
Pengamatan makroskopis meliputi bentuk koloni, ukuran koloni, warna koloni, dan bentuk areal, miselia, sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi, hifa, spora, dan miselia. Dari kedua pengamatan yang kita lakukan mendapatkan biakan murni. Jamur yang diisolasikan adalah Colletrotichum gloeosporioides dalam mengisolasikan kita sendiri yang mengisolasi untuk mendapatkan isolat yang murni, sedangkan pada isolat Pestalotiopsis mangiferae kita melakukan isolasi karena isolatnya berasal dari isolat penelitian terdahulu. Pada jamur Pestalotiopsis mangiferae juga dilakukan slide culture tujuannya adalah untuk memancing jamur tersebut untuk tumbuh dan bisa melihat semua bagian-bagian jamur. Pada slide culture jamur ini bisa tumbuh lebih kurang 3 – 4 hari. Pada saat dilihat menggunakan mikroskop kita bisa melihat semua bagian-bagian jamur ini.
Gambar (A) Isolat P. mangiferae (B) Konidia P. mangiferae (Menurut Literatur)
Gambar Konidia P. mangiferae yang ditemukan dalam praktikum
Gambar Slide Culter Pestalotiopsis mangiferae
Hasil isolasi jamur Pestalotiopsis mangiferae berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. kultur kapang Pestalotiopsis mangiferae pada skala laboratorium berwarna hijau, hal ini disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa kapang tersebut. Susunan sel kapang Pestalotiopsis mangiferae bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora (Alexopoulus and Mims, 1979).
Jamur Pestalotiopsis mangiferae terdapat pada daun becak-becak yang bentuknya tidak teratur, berwarna kelabu keputih-putihan, panjangnya beberapa mm. Becak-becak dapat bersatu, membentuk becak besar yang ukurannya dapat beberapa cm. Biasanya becak dibatasi oleh tepi berwarna gelap yang agak terangkat. Pada becak yang tua pada bagian yang berwarna kelabu terdapat titik-titik hitam yang terdiri dari badan buah pathogen. Seringkali bagian ini pecah sehingga menjadi lubang.
Gambar Isolat Colletrotichum gloeosporioides
Bentuk makrokopis dari jamur Colletrotichum gloeosporioides penyebaran koloninya kesegalah arah, bentuk areal miselia seperti kapas, kerapatan miselia sangan rapat, dan warna koloni miselia putih, keabu-abuan sampai orange, sedangkan bentuk mikrokopis Colletrotichum gloeosporioides berwarna putih kehijauan, konidia berebentuk oval sampai bulat lonjong. Warna konidia biasanya berwarna bening, pada jamur Colletrotichum gloeosporioides biasanya bersepta (bersekat) dan becabang dan hifa Colletrotichum gloeosporioides berwarna bening.
Gambar Konidia Colletrotichum gloeosporioides
4.5 Hasil Jamur Roti
Jamur yang ditemukan pada roti adalah jamur Aspergillus sp.
4.6 Pembahasan
Jamur yang terdapat pada roti yang telah dilihat di mikroskop adalah jamur Aspergillus sp, jamur ini akan menyerang roti pada keadaan yang cocok. Roti yang disimpan selama lebih kurang 7 hari akan tumbuh jamur. Jamur ini sangat mudah tumbuh dan berkembang pada roti karena pada roti terdapat makanan yang cukup untuk perkembangan jamur tersebut. Roti yang dibungkus dengan plastik memberikan perkembangan jamur untuk berkembang dengan cepat karena kelembaban yang tinggi.
Bentuk makrokopis jamur Aspergillus sp yaitu penyebaran koloni miselia pada jamur ini menyebar kesegala arah, bentuk miselianya seperti kapas, kerapatan miselia pada jamur ini sangat rapat, warna koloni miselianya berwarna putih lama-kelamaan menjadi hijau. Bentuk konidia dari jamur ini biasanya berbentuk bulat samapi lonjong, warna konidianya berwarna hitam, hifanya bersepta, dan biasanya warna hifanya hitam sampai hijau.
Gambar Jamur Pada Roti
Gambar Jamur Aspergillus pada Roti
Aspergillus sp merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus sp dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus sp dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus sp memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.
Aspergillus sp memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus sp sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth factor.
Aspergillus sp dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel
4.7 Hasil Identifikasi
Dari indentifikasi secara makroskopis meliputi bentuk koloni, ukuran koloni, warna koloni, dan bentuk areal, miselia, sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi, hifa, spora, dan miselia. Jamur pada tanaman cabai adalah Colletrotichum gloeosporioides sedangkan pada roti jamur yang diidentifikasi adalah Aspergillus sp.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum yang dilakukan didapat disimpulkan bahwa praktikum yang dilakukan pada kelompok kami yang kami lakukan berhasil. Pelaksanaan moischamber berhasil karena sampel yang digunakan dalam praktikum ini muncul jamur yang diinginkan dan tidak terkontaminasi dengan jamur lain sehingga jamur tersebut bisa dibiakkan. Pelaksaaan isolasi berhasil dengan jamur yang teridentifikasi Colletrotichum gloeosporioides dan Alternaria sp..
5.1 Saran
Pratikum mikologi untuk masa yang akan datang lebih tingkatkan ketelitian dan keseriusan. Pengambilan dan penyimpanan sampel harus dilakukan dengan hati-hati supaya dapat diamati dan dibiakkan di Laboratorium. Penggunaan alat harus steril sehingga hasil biakan tidak terkontaminan.
DAFTAR PUSTAKA
.
Agrios, G.N. 1978. Plant Pathology. Academik Press USA.
Alexopaulus, C. j. Mims, C. W, Blacwell, M. 1996. Introductory Mycology. Four Edition. New York.
Aisworth, G.C, Sparrow, F. K, Sussman A.S. 1973. The Fungi. Vol. IV B. Academic Press. New York and London.
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 1999. Sumatera Barat dalam Angka. Kantor Statistik Sumatera Barat. Padang.
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2000. Sumatera Barat dalam Angka. Kantor Statistik Sumatera Barat. Padang.
Cahyono, B. 1996. Analisis Kelayakan Usaha Tani Cabai Merah yang Berhasil Varietas Hot Beuty dan Varietas Lokal. Aneka Solo.
Dwijoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Darnetty. 2006. Mikologi. Universitas Andalas Press. Padang.
Prajnanta, F. 1998. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya : Jakarta.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius : Yogyakarta.
Rusdi, R, Mardinus dan Zulfadli. 1997. Penyakit Antraknos pada Buah Cabaidi Sumatera Barat. Prossiding kongres XIV dan Seminar NAsional. Palembang.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Setiadi. 1986. Bertanam Cabai Hibrida. Bina Cipta : Bandung.
Setiadi. 1999. Bertanam Cabai Hibrida. Bina Cipta : Bandung.
1.1 Latar Belakang
Kata mikologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata mykes yang berarti jamur dan logos yang berarti ilmu, jadi mikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai kehidupan jamur. Banyak sekali sinonim dari jamur di antaranya cendawan, fungi, kapang dan lapuk.
Umumnya jamur berukuran mikroskopis, oleh karena itu studi tentang jamur ini baru dimulai setelah penemuan mikroskop oleh Van Leeuwnhoek pada abab ke 17. Kemudian pada tahun 1729, Pier Antonio Micheli seorang botani berkebangsaan Italia mempuplikasikan sebuah buku yang berjudul Nova Plantarum Genera yang di antaranya berisikan penelitian tentang jamur, sehingga beliau mendapat kehormatan sebagai bapak pendiri ilmu pengetahuan tentang jamur yang dikenal dengan mikologi.
Sulit memberikan definisi yang tepat tentang jamur , karena organisme yang dianggap jamur sangat bervariasi dalam bentuk, sifat dan siklus hidupnya. Namun sekarang para ahli botani mencoba mendefinisikan jamur tersebut berdasarkan ciri-ciri umum yang dimilikinya. Jamur adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sejati) tidak mempunyai klorofil, mempunyai spora, struktur somatik atau talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya berupa filamen atau benang-benang bercabang (multisesuler), berkembang biak secara seksual dan aseksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau keduanya.
Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga ia tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi makan sendiri atau dengan kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Oleh karena itu jamur memerlukan senyawa organik baik dari bahan organik mati maupun dari organisme hidup sehingga jamur dikatakan heterotrof. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan atau tumbuhan, dan dapat pula yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup.Jamur hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dinamakan parasit.
Pada umumya jamur yang hidup sebagai saprofit menguntungkan bagi kehidupan manusia minsalnya sebagai dekomposer yang dapat menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang berupa senyawa yang kompleks menjadi senyawa sederhana, dan kemudian dikembalikan ke dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Jamur saprofit juga penting dalam industri fermentasi minsalnya dalam pembuatan bir, roti, tempe, dan juga digunakan dalam memproduksi asam-asam organik, obat-obatan, vitamin, dan anti biotika seperti penisilin, ampisilin, griseovulfin. Selain itu jamur saprofit juga banyak yang dikonsumsi olah manusia minsalnya jamur merang, jamur tiram, jamur kuping.
Sedangkan jamur yang hidup sebagai parasit umumnya merugikan karena dapat menyebabkan berbagai penyakit pada tumbuhan, hewan dan manusia.Tapi tidak semua jamur yang berasosiasi dengan tumbuhan merugikan, tetapi ada yang menguntungkan bagi jamur dan tumbuhan. Hifa jamur membentuk organ khusus dengan akar tanaman yang dikenal dengan mikoriza. Belakangan ini jamur tidak hanya menjadi pemikiran bagi ahli jamur tetapi juga bagi ahli sitologi, ahli genetika dan biokimia yang menemukan bahwa jamur dapat menjadi alat penelitian penting dalam mempelajari biologi dasar. Hal ini disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang dibandingkan dengan tumbuhan dan hewan.
1.2 Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum Linn.) merupakan salah satu tanaman sayuran buah dari family Solanaceae. Buah cabai merupakan konsumsi sebagian masyarakat yang digunakan sebagai bahan penyedap berbagai masakan (Setiadi, 1989) dan pehangat badan (Sunaryono, 1989). Di samping itu buah cabai banyak juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan jadi, penghasil minyak atsiri serta bahan ramuan obat tradisional (Cahyono, 1996) dan buah cabai juga mengandung vitamin A, vitamin C, protein dan gula fruktosa (Balai Informasi Pertanian Bengkulu, 1989). Hal ini menjadikan cabai bernilai ekonomis tinggi sehingga petani tertarik untuk mengembangkan budidayanya(Prajnata, 1999).
Daya tarik penegmbangan budidaya cabai bagi petani terletak pada nilai ekonominya yang tinggi. Dari waktu ke waktu permintaan produksi cabai cenderung meningkat terus, bahkan dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor non migas. Terbukti dalam tahun ke tahun terakhir ini, cabai termasuk enam besar komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia, yakni bersama-sama dengan bawah merah, tomat, kentang, kubis, dan blumkol (Rukmana, 1994).
Penanaman cabai di Sumatera Barat khususnya di Indonesia umumnya belum memberikan hasil yang optimum, dimana menurut laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I Sumatera Barat (1994) selama ini produksi cabai rata-rata tiap tahun di Sumatera Barat sekitar 3 – 4 ton/ha, dan produksi rata-rata cabai nasional paling tinggi hanya mencapai 1,9 ton/ha. Sedangkan penanaman cabai yang dilakukan dengan pemeliharaan yang intensif hasilnya mampu mencapai 10 ton/ha.
Meskipun demikian, produksinya masih tergolong rendah. Rata-rata produksi cabai Sumatera Barat tiap tahun hanya 5,18 ton/ha (Badan Pusat Statistika Sumatera Barat, 1999). Rata-rata produksi cabai di Sumatera Barat pada tahun 2000 baru mencapai 4,68 ton/ha (Badan Pusat Statistika, 2000). Dari data di atas dapat dikatakan produksi cabai merah di Sumatera Barat jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Prajnanta (1998) yang menyatakan bahwa tanaman cabai yang dipelihara secara intensif produksinya bisa mencapai 10 – 18 ton/ha.
Berbagai faktor yang menyebabkan turunnya produksi cabai, di antaranya karena gangguan hama dan penyakit. Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai, baik kualitas maupun kuantitas adalah penyakit antraknosa (Sugiharso dan Suseno, 1985), yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloesporioides (Semangun, 1989, Meon, 1993). Menurut Sunaryono, (1989) di Negaria penyakit ini pernah menghancurkan seluruh tanaman cabai dan pada daerah sentral produksi cabai Sumatera Barat intensitas serangan penyakit antraknos ini berkisar antara 2,28 – 24,28 % dengan rata-rata intensitas serangan 8,63 %. Serangan tertinggi di Kabupaten Pasaman yaitu 24,28 % dan yang terendah di Kabupaten Tanah Datar yaitu 2,28 %. Laporan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (1997) menyatakan bahwa penyakit antraknos dapat menurunkan produksi cabai mencapai 20 – 30 % pada musim kering dan 60 % pada musim hujan.
Penyakit antraknos ini dapat menyerang cabai mulai dari benih, bibit dipersemaian, buah pada pertanaman di lapangan sampai pada buah pascapanen (Prajnanta, 1999). Serangan penyakit antraknos terutama muncul setelah buah cabai di panen dengan sumber penyakit dapat terbawa dari lapangan atau saat prapanen (Semangun, 1996). Cabai segar yang disimpan 1 – 2 hari dapat memperlihatkan gejala serangan penyakit antraknos (Prajnanta, 1999). Selain itu Colletotrichum capsici dapat terbawa, tumbuh dan bertahan di dalam biji selama 9 bulan (Prajnanta, 1999).
1.3 Tujuan Pratikum
Pratikum ini bertujuan untuk mempelajari dan membiakan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan, dengan mengidentifikasi, sehingga dapat diketahui cara pengendalian penyakit yang efektif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestalotiopsis (Pestalotia)
Pestalotiopsis adalah jamur yang menyebabkan penyakit baik dari tangkai daun dan helai daun palem, sering pada waktu yang sama. Palm penyakit daun disebabkan oleh Pestalotia adalah sama dengan yang disebabkan oleh Pestalotiopsis. bercak daun akan mulai sangat kecil, bintik-bintik kuning, cokelat atau hitam yang memperbesar ukuran spot biasanya berubah abu-abu dengan garis hitam. Lesi pada tangkai dan malai serupa. Gejala dapat terjadi pada daun sekaligus, terutama pada telapak tangan remaja. Fungisida mungkin berguna sebagai bagian dari program pengelolaan terpadu, tetapi mereka tidak boleh menjadi satu-satunya komponen dari sebuah program.
Pestalotiopsis jamur menyebabkan bintik-bintik daun, tangkai daun / blights malai dan kadang-kadang busuk pucuk pohon kelapa sawit. Dengan kata lain, tidak seperti bercak daun lain dan patogen hawar tangkai daun, yang menyerang baik helai daun atau pun tangkai daun, Pestalotiopsis menyerang semua bagian daun dari dasar ke ujung. Ini juga merupakan salah satu jamur lebih mana-mana di kanopi sawit, dan mudah diisolasi dari jaringan kelapa sawit yang sehat.
Patogen dan Tanaman Inang
palma Pestalotiopsis adalah utama, tetapi bukan satu-satunya, Pestalotiopsis jenis yang berhubungan dengan telapak tangan. Referensi dalam literatur untuk Pestalotia mungkin penyakit yang sama, karena sulit untuk membedakan antara dua genera jamur. Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, Pestalotiopsis dapat dengan mudah diisolasi dari jaringan kelapa sawit yang sehat. Jamur tidak tuan rumah yang spesifik, dan telah diisolasi dari berbagai pohon palem.
Telah menunjukkan bahwa jamur biasanya membutuhkan luka untuk penetrasi tanaman (infeksi) yang diperlukan untuk perkembangan penyakit. Hal ini tidak jarang untuk mengisolasi Pestalotiopsis dan patogen lain dari jaringan yang sakit yang sama. Dalam kebanyakan kasus, kemungkinan patogen lain adalah patogen utama (jamur yang menyerang jaringan tanaman yang sehat pertama), dan Pestalotiopsis menyerbu melalui luka diciptakan oleh patogen primer. Dalam guineensis Elaeis (kelapa sawit Afrika), itu terdokumentasi dengan baik bahwa kerusakan serangga diperlukan untuk perkembangan penyakit.
Gejala : pembangunan Penyakit oleh Pestalotiopsis dapat dibatasi hanya pada helai daun (leaflet atau segmen daun) atau hanya tangkai malai dan, atau, dapat mengembangkan pada kedua jaringan pada saat yang sama.
Spots akan mulai sebagai bintik kuning sangat kecil, cokelat atau hitam. Jika penyakit ini dibatasi, bercak tidak mungkin lebih dari 1 / 4 inci dalam ukuran. Dalam kondisi lingkungan yang optimal, bercak dapat berkembang dan meningkatkan dalam jumlah sampai mereka bergabung (bersatu) untuk membentuk suatu hawar hawar daun atau malai (area yang lebih luas dari jaringan yang terkena) (Gambar 2). Seringkali, bercak berubah warna keabu-abuan yang diuraikan dalam hitam. Jenis yang sama lesi terjadi pada tangkai atau malai telapak tangan. Kita bahkan bisa melihat lesi terjadi pada daun duri.
Jika patogen dibatasi hanya menyebabkan bercak daun, penyakit ini tidak mungkin sangat merusak kelapa, terutama kelapa jatuh tempo pada lanskap. Namun, dengan telapak tangan remaja yang tidak memiliki batang dan hanya beberapa daun, kelapa bisa sangat dipengaruhi oleh bercak daun.
Jika patogen adalah menyebabkan kanker malai atau tangkai daun, penyakit ini masalah yang lebih serius karena dua alasan. Pertama, sebagai patogen menghancurkan jaringan dalam malai atau tangkai, itu akan mempengaruhi jaringan vaskular yang pada gilirannya mempengaruhi jaringan di selebaran atau segmen daun. Kedua, jika patogen telah terinfeksi daun tombak atau daun muda yang lain, mungkin menyebar ke bawah malai atau tangkai ke meristem apikal (tunas) wilayah dan mempengaruhi titik tumbuh telapak tangan.
Sementara semua telapak tangan mungkin rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur ini, kurma pgymy (Phoenix roebelenii) tampaknya akan terpengaruh cukup sering di Florida, terutama selama musim dingin. Dengan telapak tangan, sebuah busuk pucuk telah diamati yang dapat membunuh sawit (Gambar 3). Ini telah diamati pada telapak tangan remaja dan dewasa.
Diagnosa
Diagnosis pasti penyakit Pestalotiopsis didasarkan pada identifikasi patogen jamur. patogen ini diidentifikasi dengan memeriksa spora jamur. Ini mungkin diperiksa langsung pada jaringan tanaman jika spora sedang diproduksi, atau dengan menempatkan jaringan yang sakit dalam ruang lembab untuk merangsang sporulasi. Isolasi patogen dapat dibuat pada media buatan, dan pertumbuhan ini kemudian dibujuk untuk sporulate.\
Hal ini tidak jarang mengamati atau mengisolasi lebih dari satu potensi patogen dari jaringan yang sakit yang sama. Dalam beberapa kasus, jelas yang merupakan jamur patogen pertama yang menyerang jaringan sehat, sedangkan jamur kedua pindah ke jaringan nekrotik dihasilkan (mati) sebagai sebuah saproba.
2.2 Antraknos pada Tanaman Cabai
Penyakit antraknos disebut juga sebagai penyakit busuk buah (Rukmana, 1994). Penyakit ini menyerang tanaman cabai dan merupakan penyakit utama yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah cabai. Daerah penyebarannya pun sangat luas meliputi berbagai penghasil cabai di dunia termasuk juga Indonesia (Semangun, 2000).
Penyakit antraknos (busuk buah mengerut) merupakan salah satu penyakit cabai yang penting, karena penyakit ini langsung menyerang buah dan berakibat pada produksi cabai (Samsudin, 1982).
Penyakit antraknos disebabkan oleh jamur Colletrotichum capsici dan Colletrotichum gloesproides (Setiadi, 1986). C. capsici termasuk divisio Eumycota, sub divisi Deuteromycotina, Kelas deuteromycetes, Ordo Melanconiales, Famili Melonconiaceae, dan Genus Colletrotichum (Alexopoulus dan Mims, 1979). Genus Colletrotichum mnerupakan stadis genus Glomerella (Walker).
Kedua spesies ini dapat menyerang buah cabai secara bersamaan. Menurut Suhardi (1991) C. gloesproides umumnya menyerang buah cabai muda, sedangkan C. capsici umumnya menyerang buah cabai masak. Perbedaan lain adalah adanya setae pada C. capsici sedangkan pada C. gloesproides tidak (Walker, 1952). Selain itu konidia C. capsici berbentuk bulkan sabit dan pada C. gloesproides berbentuk batang pada ujung membulat (Semangun, 1989). Pada media buatan (PDA) pertumbuhan C. capsici berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris, berwarna abu-abu kehitaman (Holliday, 1980), sedaakan C. gloesproides juga berbentuk lingkaran konsentris tetapi berwarna putih keabu-abuan (Kulsrestha, Mathur dan Neegard, 1976).
Ayub (1991) menyatakan bahwa buah cabai mulai menunjukkan gejala antraknos di lapangan pada umur 3 sampai 4 bulan. Selanjutnya Sugiharso dan Suseno (1985) menjelaskan bahwa penyerangan pada buah terjadi pada buah yang menjelang tua dan sudah tua. Serangan di awali dengan bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit lekuk pada bagian pinggirnya berwarna kuning dan makin lama membesar dan panjang. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerah-merahan pada bagian tengahnya menjadi semakin hitam, bila sudah berlanjut akan berubah seperti warna jerami dengan bintik-bintik hitam. Kemudian buah mengerut, kering, dan busuk pada keadaan lembab akan keluar lendir yang berwarna jingga pada bercak. Pada serangan berat.
Ciri-ciri C. capsici yang lainnya adalah mempunyai aservulus berbentuk bantalan hifa dengan setaea atau duri pada bagian tepi atau di antara konidiofor. Aservulus tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan jaringan dengan diameter 100 mikrometer, berwarna hitam dengan banyak setae. Setae berwarna coklat, bersekat, meruncing ke atas dengan ukuran 75 – 100 x 2 – 6,2 mikrometer. Jamur ini dapat membentuk konidia pada jaringan sakit atau pada media biakan (Semangun, 2000). Holliday (1980) menambahkan bahwa setae C. capsici bersepta 1 – 5, kaku dan pada bagian dasarnya membesar. Konidiofor tidak bercabang, memanjang dengan konidia yang terdapat diujungnya. Warna konidia hialin, satu sel, seperti bulan sabit dengan ukuran 13 – 22 x 4,4 – 5,3 mikrometer dan dengan adanya air kinidia ini dapat berkecambah setelah 4 jam, lalu tabung kecambah segera membentuk apresorium (Walker, 1952). Miselia jamur ini sering tidak tampak, tapi bila keadaan lingkungan cocok terlihat miselia yang halus dan berwarna merah muda keputihan (Habazar dkk, 1982).
Pertumbuhan dan perkembangan C. capsici dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan antara lain temperatur, pH dan kelembaban. Temperatur minimum untuk pertumbuhan adalah 5 oC, maksimum 35 C dan optimum 28 C. derajat kemasaman yang baik untuk perkembangan dan pertumbuhan C. capsici adalah 90 % (Mehrotra, 1980). Menurut Habazar (1992) pada benih yang mengandung penyakit antraknos apabila suhu dinaikan maka perkembangan jamur dapat tertahan namun apabila telah terjadi benih di persemaian maka tadi akan berkembang kembali.
Daur hidup jamur ini dapat dimulai dari masuknya konidia jamur ke dalam buah, menuju ruang biji dan menginfeksi biji. Bibit yang tumbuh dari biji yang terinfeksi akan menunjukkan gejala busuk meranting (die back). Bila bibit dapat terus hidup maka C. capsici menyerang tanaman yang telah tua maka pemunculan gejala pertama lebih lambat sehingga kematian tanaman juga lambat (Zahara, 1991).
Penyebaran jamur ini umumnya dibantu oleh angin, percikan air hujan dan benih yang terinfeksi. Penyebaran melalui angin adalah berupa konidia yang dapat hidup secara saprofit dilapangan dan pada sisa-sisa tanaman. Percikan air hujan dapat membantu berpindahnya jamur dari sumber infeksi ke buah. Benih yang sakit akan menghasilkan tanaman yang sakit pula.
Zamris (1887) mengindentifikasi jamur C. gloeosporioides mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan C. capsici tetapi tidak mempunyai setae pada aservuli. Konidia berbentuk bulat panjang atau oval dengan ukuran 12 – 23 x 5 – 6 mikrometer. Hifa berwarna bening. Sel-sel hifa jamur dari isolat buah cabai berukuran 14,4 – 36,6 x 3,1 – 7,3 mikrometer. Selanjutnya Habazar dkk(1982) menjelaskan aservulusnya berwarna gelap, dan aservuli terbentuk dalam sel epidermis atau subepidermis, berbentuk bulat atau memenjang, berwarna orange atau merah salmon.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Moischamber
Menggunakan sampel dari tanaman cabai, bagian yang digunkan adalah buah cabai yang terserang oleh Antraknos (Colletrotricum spp) dan Moischamber yang dilakukan berhasil.
4.2 Pembahasan Moischamber
Moischamber yang dilakukan berhasil.Bagian tanaman yang di buat moistchamber adalah bagian daun dan buah tapi yang berhasil hanya pada bagian buah. Jamur yang ditemukan dalam praktikum ini adalah jamur Colletrotricum gloeosporioides.
Colletrotricum gloeosporioides dapat menyerang buah yang masih hijau dan dapat juga dapat menyebabkan mati pada bagian ujung (die back). Gejala awalnya mula-mula berbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada buah masih hijau atau yang sudah masak. Dalam cuaca yang lembab jamur membentuk badan buah (aservulus ) dalam lingkaran-lingkaran sepusat yang membentuk massa spora (konidium) berwarna berwarna merah jambu.
Ayub (1991) menyatakan bahwa buah cabai mulai menunjukkan gejala antraknos di lapangan pada umur 3 sampai 4 bulan. Selanjutnya Sugiharso dan Suseno (1985) menjelaskan bahwa penyerangan pada buah terjadi pada buah yang menjelang tua dan sudah tua. Serangan di awali dengan bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit lekuk pada bagian pinggirnya berwarna kuning dan makin lama membesar dan panjang. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerah-merahan pada bagian tengahnya menjadi semakin hitam, bila sudah berlanjut akan berubah seperti warna jerami dengan bintik-bintik hitam. Kemudian buah mengerut, kering, dan busuk pada keadaan lembab akan keluar lendir yang berwarna jingga pada bercak. Pada serangan berat.
Zamris (1887) mengindentifikasi jamur C. gloeosporioides mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan C. capsici tetapi tidak mempunyai setae pada aservuli. Konidia berbentuk bulat panjang atau oval dengan ukuran 12 – 23 x 5 – 6 mikrometer. Hifa berwarna bening. Sel-sel hifa jamur dari isolat buah cabai berukuran 14,4 – 36,6 x 3,1 – 7,3 mikrometer. Selanjutnya Habazar dkk(1982) menjelaskan aservulusnya berwarna gelap, dan aservuli terbentuk dalam sel epidermis atau subepidermis, berbentuk bulat atau memenjang, berwarna orange atau merah salmon.
Suhu yang baik untuk pertumbuhan jamur adalah antara 22 – 23 C dan suhu maksimum 30 – 34 C, pH yang baik adalah 2,5 – 7 (Habazar dkk, 1982).
Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dapat menginfeksi buah-buah. Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu jamur ini dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin.
Menurut Tar (1972) bahwa jamur penyebab antraknos sewaktu menginfeksi tanaman menghasilkan toksin colletotin dan enzim pektin. Nahrain dan Das tahun 1970 (dalam Mehrotra, 1980) menyatakan bahwa adanya thermolabil toksin yang dihasilkan oleh C. gloeosporioides yang menyebabkan toksisitas pada protoplasma sel pada tanaman inang tanpa merusak dinding sel inang.
Gambar Isolat Colletrotichum gloeosporioides
Gambar Konidia Colletrotichum gloeosporioides
4.3 Hasil Isolasi
Isolasi yang dilakukan dalam praktikum ini memberikan hasil bagus. Jamur yang di isolasikan adalah jamur Pestalotiopsis mangiferae (Henn.) dan isolat.
4.4. Pembahasan Isolasi
Pengamatan makroskopis meliputi bentuk koloni, ukuran koloni, warna koloni, dan bentuk areal, miselia, sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi, hifa, spora, dan miselia. Dari kedua pengamatan yang kita lakukan mendapatkan biakan murni. Jamur yang diisolasikan adalah Colletrotichum gloeosporioides dalam mengisolasikan kita sendiri yang mengisolasi untuk mendapatkan isolat yang murni, sedangkan pada isolat Pestalotiopsis mangiferae kita melakukan isolasi karena isolatnya berasal dari isolat penelitian terdahulu. Pada jamur Pestalotiopsis mangiferae juga dilakukan slide culture tujuannya adalah untuk memancing jamur tersebut untuk tumbuh dan bisa melihat semua bagian-bagian jamur. Pada slide culture jamur ini bisa tumbuh lebih kurang 3 – 4 hari. Pada saat dilihat menggunakan mikroskop kita bisa melihat semua bagian-bagian jamur ini.
Gambar (A) Isolat P. mangiferae (B) Konidia P. mangiferae (Menurut Literatur)
Gambar Konidia P. mangiferae yang ditemukan dalam praktikum
Gambar Slide Culter Pestalotiopsis mangiferae
Hasil isolasi jamur Pestalotiopsis mangiferae berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. kultur kapang Pestalotiopsis mangiferae pada skala laboratorium berwarna hijau, hal ini disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa kapang tersebut. Susunan sel kapang Pestalotiopsis mangiferae bersel banyak berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora (Alexopoulus and Mims, 1979).
Jamur Pestalotiopsis mangiferae terdapat pada daun becak-becak yang bentuknya tidak teratur, berwarna kelabu keputih-putihan, panjangnya beberapa mm. Becak-becak dapat bersatu, membentuk becak besar yang ukurannya dapat beberapa cm. Biasanya becak dibatasi oleh tepi berwarna gelap yang agak terangkat. Pada becak yang tua pada bagian yang berwarna kelabu terdapat titik-titik hitam yang terdiri dari badan buah pathogen. Seringkali bagian ini pecah sehingga menjadi lubang.
Gambar Isolat Colletrotichum gloeosporioides
Bentuk makrokopis dari jamur Colletrotichum gloeosporioides penyebaran koloninya kesegalah arah, bentuk areal miselia seperti kapas, kerapatan miselia sangan rapat, dan warna koloni miselia putih, keabu-abuan sampai orange, sedangkan bentuk mikrokopis Colletrotichum gloeosporioides berwarna putih kehijauan, konidia berebentuk oval sampai bulat lonjong. Warna konidia biasanya berwarna bening, pada jamur Colletrotichum gloeosporioides biasanya bersepta (bersekat) dan becabang dan hifa Colletrotichum gloeosporioides berwarna bening.
Gambar Konidia Colletrotichum gloeosporioides
4.5 Hasil Jamur Roti
Jamur yang ditemukan pada roti adalah jamur Aspergillus sp.
4.6 Pembahasan
Jamur yang terdapat pada roti yang telah dilihat di mikroskop adalah jamur Aspergillus sp, jamur ini akan menyerang roti pada keadaan yang cocok. Roti yang disimpan selama lebih kurang 7 hari akan tumbuh jamur. Jamur ini sangat mudah tumbuh dan berkembang pada roti karena pada roti terdapat makanan yang cukup untuk perkembangan jamur tersebut. Roti yang dibungkus dengan plastik memberikan perkembangan jamur untuk berkembang dengan cepat karena kelembaban yang tinggi.
Bentuk makrokopis jamur Aspergillus sp yaitu penyebaran koloni miselia pada jamur ini menyebar kesegala arah, bentuk miselianya seperti kapas, kerapatan miselia pada jamur ini sangat rapat, warna koloni miselianya berwarna putih lama-kelamaan menjadi hijau. Bentuk konidia dari jamur ini biasanya berbentuk bulat samapi lonjong, warna konidianya berwarna hitam, hifanya bersepta, dan biasanya warna hifanya hitam sampai hijau.
Gambar Jamur Pada Roti
Gambar Jamur Aspergillus pada Roti
Aspergillus sp merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus sp dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus sp dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus sp memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.
Aspergillus sp memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus sp sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth factor.
Aspergillus sp dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel
4.7 Hasil Identifikasi
Dari indentifikasi secara makroskopis meliputi bentuk koloni, ukuran koloni, warna koloni, dan bentuk areal, miselia, sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi, hifa, spora, dan miselia. Jamur pada tanaman cabai adalah Colletrotichum gloeosporioides sedangkan pada roti jamur yang diidentifikasi adalah Aspergillus sp.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum yang dilakukan didapat disimpulkan bahwa praktikum yang dilakukan pada kelompok kami yang kami lakukan berhasil. Pelaksanaan moischamber berhasil karena sampel yang digunakan dalam praktikum ini muncul jamur yang diinginkan dan tidak terkontaminasi dengan jamur lain sehingga jamur tersebut bisa dibiakkan. Pelaksaaan isolasi berhasil dengan jamur yang teridentifikasi Colletrotichum gloeosporioides dan Alternaria sp..
5.1 Saran
Pratikum mikologi untuk masa yang akan datang lebih tingkatkan ketelitian dan keseriusan. Pengambilan dan penyimpanan sampel harus dilakukan dengan hati-hati supaya dapat diamati dan dibiakkan di Laboratorium. Penggunaan alat harus steril sehingga hasil biakan tidak terkontaminan.
DAFTAR PUSTAKA
.
Agrios, G.N. 1978. Plant Pathology. Academik Press USA.
Alexopaulus, C. j. Mims, C. W, Blacwell, M. 1996. Introductory Mycology. Four Edition. New York.
Aisworth, G.C, Sparrow, F. K, Sussman A.S. 1973. The Fungi. Vol. IV B. Academic Press. New York and London.
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 1999. Sumatera Barat dalam Angka. Kantor Statistik Sumatera Barat. Padang.
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2000. Sumatera Barat dalam Angka. Kantor Statistik Sumatera Barat. Padang.
Cahyono, B. 1996. Analisis Kelayakan Usaha Tani Cabai Merah yang Berhasil Varietas Hot Beuty dan Varietas Lokal. Aneka Solo.
Dwijoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Darnetty. 2006. Mikologi. Universitas Andalas Press. Padang.
Prajnanta, F. 1998. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya : Jakarta.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius : Yogyakarta.
Rusdi, R, Mardinus dan Zulfadli. 1997. Penyakit Antraknos pada Buah Cabaidi Sumatera Barat. Prossiding kongres XIV dan Seminar NAsional. Palembang.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Setiadi. 1986. Bertanam Cabai Hibrida. Bina Cipta : Bandung.
Setiadi. 1999. Bertanam Cabai Hibrida. Bina Cipta : Bandung.
Langganan:
Postingan (Atom)